Strok

penyakit yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah ke otak
(Dialihkan dari Apopleksi)

Strok (bentuk tidak baku: stroke)[a] atau angin ahmar adalah kondisi medis akibat buruknya aliran darah ke otak sehingga terjadi kematian sel.[2] Hal ini dapat terjadi karena iskemia (berkurangnya aliran darah) akibat penyumbatan (trombosis, embolisme arteri), atau adanya pendarahan.[3] Strok iskemik yang biasanya disebabkan oleh diabetes menjadi mayoritas pada penderita strok dan bisa mencapai 85 persen, sedangkan strok pendarahan hanya 15 persen, tetapi strok pendarahan dapat menyebabkan kematian pada 40 persen pasiennya. Yang perlu diperhatikan juga adalah strok iskemik ringan yang gejalanya mirip strok, tetapi akan hilang dengan sendirinya dalam 24 jam (transient ischemic attacks (TIA)). Hal ini terjadi karena penyumbatan pembuluh darah hanya terjadi sementara. Tetapi bagaimanapun, jika hal ini terjadi, maka kemungkinan terjadinya strok berikutnya yang lebih berat dapat terjadi. Di Indonesia, strok terjadi pada 12 dari 1.000 orang dan satu dari 7 pasien yang mengalami strok akan meninggal.[4]

Strok
CT scan menunjukkan adanya iskemik di penampang melintang otak
Informasi umum
SpesialisasiNeurologi, Bedah saraf Sunting ini di Wikidata
Hasil otopsi otak yang mengalami strok.

Karenanya, daerah yang terkena strok tidak dapat berfungsi seperti seharusnya. Gejala-gejalanya termasuk: hemiplegia (ketidakmampuan untuk menggerakkan satu atau lebih anggota badan dari salah satu sisi badan), aphasia (ketidakmampuan untuk mengerti atau berbicara), atau tidak mampu untuk melihat salah satu sisi dari luas pandang.[5]

Strok memerlukan tindakan darurat medis pada masa emasnya (golden period) yang maksimum hanya berlangsung beberapa jam saja setelah terjadinya strok. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan tetap atau kerusakan yang lebih parah. Dan jika tidak ditangani, bahkan bisa mengakibatkan kematian. Strok adalah penyebab ketiga terbesar kematian dan yang pertama dalam menyebabkan kecacatan pada dewasa di Amerika Serikat dan Eropa.

Faktor-faktor yang meningkatkan risiko terjadinya strok adalah: usia, tekanan darah tinggi, strok sebelumnya, diabetes, kolesterol tinggi, merokok, fibrilasi atrium, migrain, dan trombofilia (kekurangan trombosis). Dari semua faktor-faktor tersebut yang paling mudah dikendalikan adalah tekanan darah tinggi dan merokok. 80 persen strok dapat dihindari dengan pengelolaan faktor-faktor risiko.[4]

Klasifikasi

sunting

Strok dibagi menjadi dua jenis yaitu strok iskemik maupun strok hemoragik. Sebuah prognosis hasil sebuah penelitian di Korea menyatakan bahwa,[6] 75,2% strok iskemik diderita oleh kaum pria dengan prevalensi berupa hipertensi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Berdasarkan sistem TOAST, komposisi terbagi menjadi 20,8% LAAS, 17,4% LAC, 18,1% CEI, 16,8% UDE dan 26,8% ODE.

Deteksi secepatnya dalam masa 'Golden Period' beberapa jam setelah serangan strok sangat berarti bagi kesehatan pasien pascastrok. Strok iskemik, karena penyumbatan harus diberikan obat pengencer darah untuk melancarkan sumbatan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah serangan strok, sedangkan strok hemoragik dimana terjadi pendarahan harus segera dilakukan pembedahan untuk membersihkan darah dari otak. Jika terlambat penangannya, maka pasien akan menderita pascastrok yang lebih berat.[7]

Strok hemoragik

sunting

Dalam strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Pendarahan dapat terjadi di seluruh bagian otak seperti caudate putamen; talamus; hipokampus; frontal, parietal, dan occipital cortex; hipotalamus; area suprakiasmatik; cerebellum; pons; dan midbrain.[8] Hampir 70 persen kasus strok hemorhagik menyerang penderita hipertensi.[9]

Strok hemoragik terbagi menjadi subtipe intracerebral hemorrhage (ICH), subarachnoid hemorrhage (SAH),[10] cerebral venous thrombosis, dan spinal cord stroke.[11] ICH lebih lanjut terbagi menjadi parenchymal hemorrhage, hemorrhagic infarction, dan punctate hemorrhage.[8]

Strok iskemik

sunting

Dalam strok iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri carotis interna merupakan cabang dari arteri carotis communis sedangkan arteri vertebralis merupakan cabang dari arteri subclavia.

Sistem klasifikasi etiologis

sunting

Beberapa sistem klasifikasi yang didasarkan pada pertimbangan etiologi telah diterapkan kepada strok iskemik.[12] Beberapa sistem tersebut gagal mengikuti perkembangan zaman dan tidak lagi dipergunakan, beberapa sistem yang lain masih dapat diterima oleh sebagian masyarakat dan dipergunakan dalam lingkup yang terbatas. Berikut adalah sistem klasifikasi yang paling mutakhir dan paling banyak digunakan.

Sistem TOAST
sunting

Sistem TOAST (bahasa Inggris: Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment) pertama kali dikembangkan kepada terapi strok iskemik akut pada awal tahun 1990. Sistem ini didasarkan pada sebagian besar fitur klinis namun tetap mempertimbangkan informasi diagnostik dari CT, MRI, transthoracic echocardiography, extracranial carotid ultrasonography, dan jika memungkinkan, cerebral angiography.

Sistem TOAST membagi strok menjadi 5 subtipe yaitu,[13][14] large artery atherosclerosis (LAAS), cardiaoembolic infarct (CEI), small artery occlusion/lacunar infarct (LAC), stroke of another determined cause/origin (ODE), dan stroke of an undetermined cause/origin (UDE).

Sistem CCS
sunting

Klasifikasi sistem CCS (bahasa Inggris: Causative Classification of Stroke System) mirip dengan sistem TOAST dengan perbedaan dalam subtipe large artery atherosclerosis dibedakan menjadi occlusive dan stenotic. Sebagai contoh, penurunan diameter ≥ 50%, atau penurunan diameter <50% disertai plaque ulceration atau trombosis. Dan subtipe undetermined cause dibedakan lebih lanjut menjadi unknown, incomplete evaluation, unclassified stroke (more than one etiology), dan cryptogenic embolism.

Sistem ASCO
sunting

ASCO merupakan akronim dari atherothrombosis, small vessel disease, cardiac causes, and other uncommon causes. Sistem ASCO merupakan klasifikasi berdasarkan sistem fenotipe. Tiap fenotipe masih terbagi menjadi jenjang 0, 1, 2, 3 atau 9. Jenjang 0 berarti disease is completely absent, 1 berarti definitely a potential cause of the index stroke, 2 untuk causality uncertain dan 3 untuk unlikely a direct cause of the index stroke (but disease is present), 9 bagi grading is not possible due to insufficient work-up.[15]

Dalam sistem ini, penderita dapat dikategorikan menjadi lebih dari satu subtipe etiologis, misalnya, penderita dengan ateroma karotid yang menyebabkan stenosis 50% dan fibrilasi atrial dengan aterosklerosis dan emboli kardiak, atau dijabarkan menjadi seperti A1-S9-C0-O3.

Sistem UCSD Stroke DataBank
sunting

Sistem UCSD mengklasifikan strok iskemik menjadi large-vessel stenotic, large-vessel occlusive, Small-vessel stenotic, small-vessel occlusive, embolic dan unknown cause. Sedangkan klasifikasi strok hemoragik terbagi menjadi subtipe yang sama yaitu tipe intracerebral dan subarachnoid.

Sistem HCSR
sunting

Sistem HCSR (bahasa Inggris: Harvard Cooperative Stroke Registry) membuat klasifikasi menjadi subtipe strok yang disertai trombosis di arteri atau dengan infark lakunar, cerebral embolism, intracerebral hematoma, subarachnoid hemorrhage dari malformasi aneurysm atau arteriovenous.[16]

Sistem NINCDS Stroke Data Bank
sunting

Dalam Stroke Data Bank of the National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke mengklasifikasi menjadi subtipe diagnostik berdasarkan riwayat klinis penderita, pemeriksaan, test laborat meliputi tomografi, noninvasive vascular imaging, dan saat memungkinkan dan relevan, angiografi. Dari diagnosa tersebut subtipe infarcts of undetermined cause (IUC) dapat diklasifikasi ulang menjadi subtipe embolisme idiopatik, stenosis atau trombosis di pembuluh nadi, infark lakunar, infarksi superfisial dan sindrom nonlakunar.[17]

Sistem lain

sunting

Beberapa ahli lain mempertimbangan klasifikasi berdasarkan fenotipe seperti keberadaan internal carotid artery plaque, intima-media thickness, leukoaraiosis, cerebral microbleeds (CMB), atau multiple lacunae.[11]

CMB adalah deposit hemosiderin intraserebral yang terdapat di ruang pervaskular.[18] Ekspresi CMB sangat tinggi di infark lakunar dan infark aterotrombotik, dan berekspresi rendah di infarksi kardioembolik. CMB dan leukoaraiosis sangat berkaitan erat. Hasil prognosis menunjukkan bahwa CMB ditemukan dalam 47-80% kasus primary intracerebral haemorrhage dan 0-78% dalam kasus ischaemic cerebrovascular disease.[19]

Patofisiologi

sunting

Hingga saat ini patofisiologi strok didasarkan pada serangkaian penelitian,[20] terhadap berbagai proses yang saling terkait, meliputi kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kadar kalsium|Ca2+ sitosolik, eksitotoksisitas, toksisitas dengan radikal bebas, produksi asam arakidonat, sitotoksisitas dengan sitokin, aktivasi sistem komplemen, disrupsi sawar darah otak, aktivasi sel glial dan infiltrasi leukosit.[21]

Pusat area otak besar yang terpapar iskemia akan mengalami penurunan aliran darah yang dramatis, menjadi cedera dan memicu jenjang reaksi seperti lintasan eksitotoksisitas yang berujung kepada nekrosis yang menjadi pusat area infark dikelilingi oleh penumbra/zona peri-infarksi. Menurut morfologi, nekrosis merupakan bengkak seluler akibat disrupsi inti sel, organel, membran plasma, dan disintegrasi struktur inti dan sitoskeleton.

Di area penumbra, apoptosis neural akan berusaha dihambat oleh kedua mekanisme eksitotoksik dan peradangan,[22] oleh karena sel otak yang masih normal akan menginduksi sistem kekebalan turunan untuk meningkatkan toleransi jaringan otak terhadap kondisi iskemia, agar tetap dapat melakukan aktivitas metabolisme. Protein khas CNS seperti pancortin-2 akan berinteraksi dengan protein modulator aktin, Wiskott-Aldrich syndrome protein verprolin homologous-1 (WAVE-1) dan Bcl-xL akan membentuk kompleks protein mitokondrial untuk proses penghambatan tersebut.

Riset terkini menunjukkan bahwa banyak neuron di area penumbra dapat mengalami apoptosis setelah beberapa jam/hari sebagai bagian dari proses pemulihan jaringan pascastrok dengan dua lintasan, yaitu lintasan ekstrinsik dan lintasan intrinsik.

Iskemia tidak hanya mempengaruhi jaringan parenkima otak, namun berdampak pula kepada sistem ekstrakranial. Oleh karena itu, strok akan menginduksi imunosupresi yang dramatis melalui aktivasi berlebih sistem saraf simpatetik, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi bakterial seperti pneumonia.

Eksitotoksisitas asam glutamat

sunting

Asam glutamat merupakan neurotransmiter asam amino eksitatorial utama di otak, akan menumpuk di ruang ekstraselular dan mengaktivasi reseptornya.[21] Aktivasi pencerap glutamat akan memengaruhi konsentrasi ion intraselular, terutama ion natrium|Na+ dan kalsium|Ca2+. Peningkatan influx ion Na+ dapat membuat sel menjadi cedera pada awal mula terjadinya iskemia, namun riset menunjukkan bahwa sebagian besar kerusakan sel yang ditimbulkan oleh toksisitas asam glutamat saat terjadi iskemia lebih disebabkan oleh peningkatan berlebih influx ion kalsium intraselular yang kemudian menimbulkan efek toksik.

Stres oksidatif

sunting

Sepanjang proses strok, terjadi peningkatan radikal bebas seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan NO. Sumber utama senyawa radikal bebas turunan oksigen yang biasa disebut spesi oksigen reaktif dalam proses iskemia adalah mitokondria. Sedangkan produksi senyawa superoksida saat pasca iskemia adalah metabolisme asam arakidonat melalui lintasan siklo-oksigenase dan lipo-oksigenase. Radikal bebas juga dapat diproduksi oleh sel mikroglia yang teraktivasi dan leukosit melalui sistem NADPH oksidase segera setelah terjadi reperfusi di jaringan iskemik. Oksidasi tersebut akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut di jaringan dan merupakan molekul yang penting untuk memicu apoptosis setelah strok iskemik.

NO umumnya dihasilkan dari L-arginina dengan salah satu isoform NO sintase, dan merupakan kluster diferensiasi neuron di seluruh bagian otak dengan sebutan nNOS. Aktivasi nNOS memerlukan kalsium/kalmodulin. Di sisi lain, ekspresi iNOS (bahasa Inggris: inducible NOS) terdapat di sel radang seperti sel mikroglia dan monosit. Kedua isoform nNOS dan iNOS memiliki peran yang merusak otak pada rentang waktu iskemia. Namun isoform yang ketiga eNOS (bahasa Inggris: endothelial NOS) memiliki efek vasodilasi dan tidak bersifat merusak.

Aktivasi pencerap NMDA saat iskemia akan menstimulasi produksi NO oleh nNOS. NO yang terbentuk akan masuk ke dalam sitoplasma dan bereaksi dengan superoksida dan menghasilkan sejenis spesi oksigen yang sangat reaktif yaitu peroksinitrita (ONOO-).

Pasca iskemia, kedua jenis spesi oksigen reaktif dan spesi nitrogen reaktif kemudian berperan untuk mengaktivasi beberapa lintasan metabolisme seperti radang, apoptosis, dan penurunan pasokan oksigen yang berdampak kepada peningkatan asam laktat melalui glikolisis anaerobik atau asidosis. Selain itu, akan tampak ekspresi gen iNOS di sel vaskular maupun sel yang mengalami peradangan dan ekspresi gen COX-2 di sel saraf di area antara infark dan penumbra. Kedua gen radang ini akan meningkatkan kerusakan iskemik.[23]

Peroksidasi lipid

sunting

Selain menghasilkan berbagai senyawa ROS, lintasan asidosis juga turut serta dalam proses sintesis protein intraselular. Peroksidasi lipid di membran sel yang menginduksi apoptosis terhadap neuron, akan menghasilkan senyawa aldehida yang disebut 4-hidroksinonenal (4-HNE) yang akan bereaksi dengan transporter membran seperti Na+/K+ ATPase, transporter glutamat dan transporter glukosa.

Kerusakan di transporter membran, yang menyebabkan influx berlebih ion Ca2+ dan radikal bebas, lebih lanjut akan mengaktivasi faktor transkripsi neuroprotektif seperti NF-κB, HIF-1 dan IRF-1. Aktivasi faktor transkripsi ini akan menginduksi produksi sitokina radang seperti IL-1, IL-6, TNF-α, kemokina seperti IL-8, MCP-1, molekul adhesi sel seperti selektin, ICAM-1, VCAM-1 dan gen pro-radang lainnya seperti IIP-10.

Disfungsi sawar darah otak

sunting

Sawar darah otak yang merupakan jaringan endotelium di otak akan merespons kondisi cedera akibat strok dengan meningkatkan permeabilitas dan menurunkan fungsi sawarnya, bersamaan dengan degradasi lamina basal di dinding pembuluhnya. Oleh sebab itu, pada kondisi akut, strok akan meningkatkan interaksi antara sel endotelial otak dengan sel ekstravaskular seperti astrosit, mikroglia, neuron, dengan sel intravaskular seperti keping darah, leukosit; dan memberikan kontribusi lebih lanjut pada proses peradangan, disamping perubahan sirkulasi kadar ICAM-1, trombomodulin, faktor jaringan dan tissue factor pathway inhibitor.[24] Disfungsi endotelial yang menyebabkan defisiensi sawar darah otak, impaired cerebral autoregulation dan perubahan protrombotik dipercaya merupakan penyebab cerebral small vessel disease (SVD). Penderita (SVD) dapat mengalami infark lakunar, atau dengan disertai leukoaraiosis.

Dari 594 penderita strok, leukoaraiosis ditemukan dalam 55,4% cerebral large vessel disease (LVD) atau ateroskeloris, 30,3% dalam SVD dan 14,3% dalam cardioembolic disease. Dalam pronosis LVD, leukoaraiosis memiliki kecenderungan ke arah grup stenosis intrakranial dengan 40,3% untuk grup intrakranial, 26,9% untuk grup ekstrakranial dan 45,5% untuk grup kombinasi keduanya. Tidak ditemukan korelasi antara leukoaraiosis dengan diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok, hipertensi dan penyakit jantung.[25]

Infiltrasi leukosit

sunting

Di jaringan otak terdapat beberapa populasi sel dengan kapasitas untuk mensekresi sitokina setelah terjadi stimulasi iskemia, yaitu sel endotelial, astrosit, sel mikroglia dan neuron.

Peran respons peradangan pasca iskemia dilakukan oleh sel mikroglia, terutama di area penumbra dengan sekresi sitokina pro-radang, metabolit dan enzim toksik. Selain itu, sel mikroglia dan astrosit juga mensekresi faktor neuroprotektif seperti eritropoietin, TGFβ1, dan metalotionein-2.

Terdapat banyak bukti yang menunjukkan peran leukosit terhadap patogenesis cedera akibat strok seperti cedera di jaringan akibat reperfusi dan disfungsi mikrovaskular. Bukti-bukti tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian pokok yaitu,

  • terjadi akumulasi leukosit pasca iskemia hingga terjadi cedera jaringan
  • simtoma iskemia direspon dengan peningkatan neutrofil.[26] Dalam percobaan dengan tikus, rendahnya populasi neutrofil dalam sirkulasi darah menunjukkan volume infark yang lebih kecil.
  • pencegahan adhesi sel antara leukosit dengan sel endotelial pada sawar darah otak, dengan antibodi monoklonal terbukti dapat memberikan perlindungan terhadap cedera akibat strok.

Akumulasi sel T terjadi pasca iskemia,[26] dan diperkirakan merupakan penyebab terjadinya reperfusi. Sel T CD8 dapat menginduksi cedera otak dengan molekul dari granula sitotoksik. Sel TH1 CD4+ dengan sekresi sitokina pro-radang termasuk IL-2, IL-12, IFN-γ dan TNF-α dapat memperburuk efek yang ditimbulkan strok, sedangkan Sel TH2 CD4+ dengan sitokina anti-radang seperti IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13 lebih mempunyai peran protektif.

Pendarahan

sunting

Pada percobaan terhadap hewan kelinci, setidaknya sitokina TNF-α atau antibodinya berperan atas terjadinya pendarahan setelah terjadi strok iskemik yang diinduksi oleh klot.[27] Dalam hal ini terjadi peningkatan prognosis terjadinya pendarahan dari 18,5% menjadi 53,3% dan peningkatan volume pendarahan hingga 87%. Disamping itu, penggunaan tissue plasminogen activator (tPA) dengan dosis standar 3,3 mg/kg akan meningkatkan kemungkinan pendarahan dari 18,5% menjadi 76,5%, efek tPA ini dapat diredam dengan penggunaan antibodi anti-TNFα. Pemberian EPO setelah 6 jam serangan strok akan memperburuk pendarahan yang diinduksi tPA dengan mediasi MMP-9, NF-κB dan interleukin-1 receptor-associated kinase-1 (IRAK-1).[28]

Pada hewan tikus, TNF-α akan menginduksi ekspresi MMP-9 yang menurunkan kadar protein dalam sawar darah otak seperti okludin,[29] dan meningkatkan permeabilitas pada pembuluh kapiler otak.[30] MMP-9 kemudian memodulasi,[31] Gelatinase A untuk membuka sawar darah otak. Pendarahan yang terjadi kemudian direspons tubuh dengan memproduksi urokinase-type plasminogen activator (uPA). Ekspresi MMP-9 juga dapat diinduksi oleh lipopolisakarida.[31]

Faktor risiko

sunting

Hipertensi

sunting

Hipertensi akan merangsang pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh arteri dan arteriol dalam otak, serta menginduksi lintasan lipohialinosis di pembuluh ganglia basal, hingga menyebabkankan infark lakunar atau pendarahan otak.[33]

Fibrilasi atrial

sunting

Fibrilasi atrial merupakan indikasi terjadinya kardioembolisme, sedangkan kardioembolisme merupakan 20% penyebab stok iskemik.[34] Kardioembolisme terjadi akibat kurangnya kontraksi otot jantung di bilik kiri, disebut stasis, yang terjadi oleh penumpukan konsentrasi fibrinogen, D-dimer dan faktor von Willebrand.[35] Hal ini merupakan indikasi status protrombotik dengan infark miokardial, yang pada gilirannya, akan melepaskan trombus yang terbentuk, dengan konsekuensi peningkatan risiko embolisasi di otak. Sekitar 2,5% penderita infark miokardial akut akan mengalami strok dalam kurun waktu 2 hingga 4 minggu, 8% pria dan 11% wanita akan mengalami strok iskemik dalam waktu 6 tahun, oleh karena disfungsi dan aneurysm bilik kiri jantung.

Aterosklerosis

sunting

Penelitian mengenai lintasan aterogenesis yang memicu aterosklerosis selama ini terfokus kepada pembuluh nadi koroner, namun proses serupa juga terjadi di otak dan menyebabkan strok iskemik.[36] Aterosklerosis dapat menyerang pembuluh nadi otak seperti pembuluh karotid, pembuluh nadi di otak tengah, dan pembuluh basilar, atau kepada pembuluh arteriol otak seperti pembuluh lenticulostriate, basilar penetrating, dan medullary. Beberapa riset menunjukkan bahwa mekanisme aterosklerosis yang menyerang pembuluh nadi dapat sedikit berbeda dengan mekanisme kepada pembuluh arteriol.

Aterosklerosis intrakranial dianggap sebagai kondisi yang sangat jarang terjadi. Hasil otopsi infark otak dari 339 penderita strok yang meninggal akibat aterosklerosis intrakranial, ditemukan 62,2% plak intrakranial dan 43,2% stenosis intrakranial.[37] Hasil otopsi oleh National Cardiovascular Center, Osaka, Jepang terhadap 142 penderita strok yang meninggal dalam waktu 30 hari sejak terhitung sejak terjadi serangan iskemia, menunjukkan bahwa kedua jenis trombus yang kaya akan keping darah dan yang kaya akan fibrin berkembang di culprit plaque di dalam pembuluh nadi otak merupakan faktor utama penyebab strok aterotrombotik.[38] 70% kasus strok kardioembolik menunjukkan keberadaan trombus sebagai sumber potensial terbentuknya emboli di jantung atau pembuluh balik terhadap penderita patent foramen ovale dan tetralogy of Fallot. Umumnya trombus yang kaya akan keping darah yang mengendap di pembuluh balik jantung, akan terlepas dan membentuk emboli di pembuluh nadi otak.

Diabetes mellitus

sunting

Berdasarkan studi hasil otopsi, penderita diabetes mellitus rentan terhadap infark lakunar dan cerebral small vessel disease. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes merupakan faktor risiko bagi strok iskemik. Patogenesis strok yang dipicu tampaknya dimulai dari reasi berlebih glikasi dan oksidasi, disfungsi endotelial, peningkatan agregasi keping darah, defisiensi fibrinolisis dan resistansi insulin.[39] Dalam hewan tikus, strok iskemik yang terjadi dalam diabetes mellitus akan memicu strok hemoragik yang disertai dengan peningkatan enzim MMP-9 di otak yang memperburuk kondisi leukoaraiosis.[40]

Transient Ischemic Attack (TIA)

sunting

Transient ischemic attack (TIA), disebut juga acute cerebrovascular syndrome (ACVS),[41] adalah salah satu faktor risiko dari strok iskemik.[42]

TIA dapat dijabarkan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang biasanya terjadi akibat gangguan vaskular,[43] berupa simtoma iskemia di otak atau retina yang berlangsung kurang dari 24 jam, atau kurang dari 1 jam,[44] tanpa meninggalkan bekas berupa infark serebral[45] akut.[46]

Dari sudut pandang lain, oleh karena strok merupakan defisiensi neurologis akibat perubahan aliran darah di jaringan otak, maka TIA dapat dikatakan sebagai indikasi atau simtoma yang ditimbulkan dari perubahan aliran darah otak yang tidak dapat dideteksi secara klinis dalam waktu 24 jam.[47]

TIA tidak selalu menjadi indikasi akan terjadinya strok di kemudian hari, dan jarang sekali dikaitkan dengan strok hemoragik primer. Dalam populasi manusia yang telah beranjak tua, TIA diinduksi oleh terhalangnya aliran darah di pembuluh darah besar terutama akibat aterotrombosis, namun dalam penderita yang berusia di bawah 45 tahun TIA umumnya disebabkan oleh robeknya pembuluh darah (bahasa Inggris: arterial dissection), migrain dan obat-obatan sympathomimetic. TIA juga dapat disebabkan oleh:

Namun beberapa kondisi lain dapat menimbulkan gejala yang sangat serupa dengan TIA, seperti focal seizure activity, migraine (?"spreading depression"), compressive mononeuropathies (carpal tunnel syndrome. ulnar elbow compression and so forth), sindrom Adams-Stokes, tumor otak dengan gejala neurologik transien, hematoma subdural, Demyelinating disease, hipoglisemia, hiperglisemia, primary ocular disease-glaucoma, vitreal hemorrhage. floaters and the like, functional disorders-conversion hysteria, malingering, hiperventilasi.

Cardiac papillary fibroelastoma (CPF)

sunting

Dari 725 kasus CPF, 55% merupakan penderita pria dengan lokasi tumor, umumnya, ditemukan di permukaan valvular, terutama di katup trikuspidalis aortik, selain katup mitralis. Tumor juga ditemukan di permukaan non-valvular, seperti di bilik kiri. Ukuran tumor bervariasi dari 2 mm hingga 70 mm.[48]

Manifestasi klinis CPF meliputi strok, infark miokardial, emboli paru, gagal jantung congestive dan serangan jantung mendadak.[49] Meskipun demikian, tidak semua penderita menunjukkan simtoma demikian.

Cryptogenic cerebral infarction (CCI)

sunting

CCI paling banyak ditemukan dalam penderita patent foramen ovale baik yang disertai maupun tidak disertai septal aneurysm.[50][51] Sejak tahun 1989, CCI merupakan penyebab 40% kasus strok iskemik. 4,9% pria dan 2,4% wanita mengalami mutasi genetik galaktosidase-alfa yang merupakan indikasi penyakit Fabry, sedangkan studi lain menunjukkan keterkaitan dengan trombofilia.[52] Lintasan patogenesis CCI diperkirakan meliputi aterosklerosis di pembuluh nadi otak, baik yang bersifat intrakranial seperti moderate middle cerebral artery stenosis, ekstrakranial seperti vertebral artery origin stenosis atau proksimal seperti thick plaques in the aortic arch yang selama ini dianggap tidak berkaitan dengan patogenesis strok.[53]

Patent foramen ovale (PFO)

sunting

Sindrom platipnea-ortodeoksia merupakan kondisi yang jarang terjadi dengan simtoma berupa dispnea dan desaturasi arterial. PFO merupakan salah satu bentuk sindrom platipnea-ortodeoksia dengan peningkatan ortostatik di area defisiensi atrial septal.[54] Hasil diagnosa PFO yang sering ditemukan pada CCI dan migrain, juga diperkirakan sebagai penyebab emboli pada penderita tromboembolisme arterial.

Deteksi dini

sunting

Deteksi dini kemungkinan terjadinya strok, bukanlah diagnosis, tetapi merupakan cara untuk mengetahui kemungkinan terjadinya strok yang harus ditindak lanjuti dengan pemeriksaan lanjutan. Jika seseorang tidak dapat berdiri dengan satu kaki selama 20 detik, maka ada kemungkinan (akan) terjadinya strok atau kemunduran kognitif, karena untuk melakukan tugas itu diperlukan keseimbangan yang memerlukan peredaran darah yang prima ke otak. Hal ini telah diungkapkan pada jurnal Stroke American Heart Association. Semakin sulit berdiri dengan hanya satu kaki, semakin tinggi (akan) kemungkinan terjadinya strok.[55]

Diagnosis

sunting

Diagnosis strok adalah secara klinis beserta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain CT scan kepala, MRI. Untuk menilai kesadaran penderita strok dapat digunakan Skala Koma Glasgow. Untuk membedakan jenis strok dapat digunakan berbagai sistem skor, seperti Skor Strok Siriraj, Algoritme Strok Gajah Mada, atau Algoritme Junaedi.

Simtoma klinis

sunting

Fitur strok iskemik yang sangat umum, menurut Uniformed Services University of the Health Sciences, masih berdasar kepada banyaknya hasil diagnosis pemeriksaan fisik terhadap penderita yang dirangkum dalam satu kurun waktu. USUHS merangkumnya menjadi tabel berikut agar dapat digunakan masyarakat awam untuk mengenali gejala klinis strok sedini mungkin. Dan bagi tenaga medis profesional, The National Institute of Health telah membuat tabel skala strok Diarsipkan 2011-09-11 di Wayback Machine. sebagai panduan guna melakukan diagnosis dalam waktu kurang dari sekitar 5 hingga 10 menit.

Simtoma paraklinis

sunting

Beberapa senyawa biokimiawi di dalam serum darah yang dapat dijadikan dasar diagnosis dan prognosis terjadinya nekrosis otak antara lain:[56]

S100-β

sunting

S100-β adalah peptida yang disekresi astrosit pada saat terjadi cedera otak, proses neurodegenerasi dan kelainan psikiatrik. S100-β merupakan senyawa pengikat kalsium, secara in vitro, pada kadar rendah, interaksi dengan sistem kekebalan di otak akan meningkatkan kelangsungan hidup bagi neuron yang sedang berkembang, namun, pada kadar yang lebih tinggi, S100-β akan menstimulasi produksi sitokina pro-peradangan dan apoptosis.

Studi terhadap hewan menunjukkan efek neuroprotektif S100-β dengan teraktivasinya proses seluler di neuron yang menahan eksitotoksisitas yang diinduksi NMDA. Peningkatan serum S100-β selalu terjadi pada strok iskemik, dan terjadi pula pada kondisi yang lain seperti traumatic brain injury (TBI), Alzheimer dan schizophrenia.

Saat terjadi strok iskemik, konsentrasi serum S100-β mencapai titik maksimum pada hari ke-2 hingga 4. Nilai konsentrasi maksimum S100-β berkaitan dengan skala strok NIH, ukuran dan patofisiologi infark, sehingga semakin tinggi nilai maksimum S100-β, semakin tinggi pula risiko terjadinya transformasi hemoragik. Peningkatan S100-β juga ditemukan dalam strok hemoragik primer, yang menunjukkan volume hematoma awal.

Peningkatan kadar S100-β tidak harus terjadi dengan cepat, dan masih banyak sel selain astrosit dan sel Schwann yang menhasilkan S100-β, sehingga penggunaan nilai serum S100-β sebagai salah satu dasar diagnosis strok masih cukup rentan. Namun beberapa studi telah menunjukkan bahwa serum S100-β lebih terkait dengan kondisi integritas sawar darah otak.

Glial fibrillary-associated protein (GFAP)

sunting

GFAP merupakan monomeric intermediate filament protein yang terdapat di astrosit dan sel ependimal otak yang berfungsi sebagai bagian sitoskeleton. Kadar serum S100-β dan GFAP akan meningkat tajam pada hari 1-2 sesuai dengan ukuran infark, dan kembali normal sekitar 3 minggu kemudian.

Serum GFAP merupakan indikator yang lebih peka daripada S100-β pada strok minor maupun guratan kecil, namun waktu tunda peningkatan serum ini membuat aplikasi diagnostiknya menjadi terbatas.

Myelin basic protein (MBP)

sunting

MBP adalah protein hidrofilik penting bagi struktur selubung mielin. Kadar MBP dalam CSF sering digunakan sebagai indikasi aktivitas patogen dalam sklerosis multipel. Strok juga disertai dengan peningkatan kadar MBP dalam CSF sekitar 1 minggu setelah terjadinya serangan, dan kembali normal setelah minggu ketiga.

Fatty acid-binding proteins (FABPs)

sunting

FABP adalah kelompok molekul intraselular yang berperan dalam menyangga dan sebagai transportasi asam lemak berantai panjang, yang akan segera disekresi ke dalam sirkulasi darah sesaat setelah terjadi kerusakan sel. Di tubuh manusia terdapat 9 jenis FABP yang tersebar dalam masing-masing jenis jaringan yang berbeda. Empat jenis FABP terdapat di sistem saraf, dua diantaranya hanya ditemukan di sistem saraf pusat orang dewasa, yaitu brain-type (B-FABP) di glia dan heart-type (H-FABP) di neuron.

Ditemukannya H-FABP dalam berbagai jenis jaringan merupakan tanda-tanda infak miokardial akut. B-FABP berada dalam jaringan di dalam sistem saraf pusat dan tidak dapat dideteksi dalam serum darah manusia sehat. Serum H-FABP dan B-FABP akan tajam dalam 2-3 jam sejak terjadi serangan strok. B-FABP merupakan indikasi yang sangat peka terhadap infark lakunar dan infark subkortikal, namun tidak menunjukkan tingkat kerusakan yang terjadi di neuron, dan bukan merupakan indikasi spesifik terjadinya strok. Sebaliknya peningkatan H-FABP berbanding lurus dengan ukuran infark dan tingkat kerusakan saraf.

Neuron-specific enolase (NSE)

sunting

NSE merupakan salah satu dari tiga bentuk enolase, sebuah enzim yang terdapat di lintasan glikolisis. Walaupun cukup spesifik di neuron, NSE juga dapat ditemukan di kultur sel neuroendokrin dan bentuk sel kanker terkait. Konsentrasi NSE di dalam CSF akan meningkat seiring terjadinya strok iskemik dan sejumlah cedera otak lain seperti subarachnoid hemorrhage, ICH, dan lain-lain, hingga mulai dapat dideteksi setelah 4-8 jam setelah terjadinya serangan. Konsentrasi tertinggi setelah terjadi strok iskemik memiliki korelasi dengan nilai pada skala strok NIH.

Protein tau (TP)

sunting

Otak memiliki 6 isomer TP yang memungkinkan terbentuknya mikrotubula dengan interaksi tubulin. Peningkatan kadar TP terjadi dengan sangat lambat dan hanya 27% total konsentrasi yang mengalami peningkatan di luar batas atas ambang normal dalam waktu 24 jam setelah serangan strok iskemik, namun nilai konsentrasi ini menunjukkan ukuran infark dan strata serangan strok. Peningkatan kadar TP dalam CSF pascastrok juga merupakan indikasi ukuran infark. Akan tetapi strok tidak mempengaruhi kadar β-amyloid, ApoE dan klusterin dalam CSF.

Penanganan

sunting

Penderita strok akut biasanya diberikan SM-20302,[57] atau microplasmin,[58] oksigen, dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan, kemudian diberikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak,[59] akibat infiltrasi sel darah putih. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinan tissue plasminogen activator (rtPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan emboli diberikan dalam waktu 3 jam,[60] setelah timbulnya strok. Trombolisis dengan rtPA terbukti bermanfaat pada manajemen strok akut, walaupun dapat meningkatkan risiko pendarahan otak,[61] terutama pada area sawar darah otak yang terbuka.[62]

Beberapa senyawa yang diberikan bersamaan dengan rtPA untuk mengurangi risiko tersebut antara lain batimastat (BB-94) dan marimastat (BB-2516),[63] yang menghambat enzim MMP, senyawa spin trap agent seperti alpha-phenyl-N-t-butylnitrone (PBN) dan disodium- [tert-butylimino)methyl]benzene-1,3-disulfonate N-oxide (NXY-059),[64] dan senyawa anti-ICAM-1.[65]

Metode perawatan hemodilusi dengan menggunakan albumin masih kontroversial,[66] namun penelitian oleh The Amsterdam Stroke Study memberikan prognosis berupa penurunan angka kematian dari 27% menjadi 16%, peningkatan kemandirian aktivitas dari 35% menjadi 48%, saat 3 bulan sejak terjadi serangan strok akut.

Pemulihan

sunting

Serangan strok terkait dengan keterbatasan pulihnya fungsi otak, meskipun area peri-infark menjadi lebih bersifat neuroplastik sehingga memungkinkan perbaikan fungsi sensorimotorik melakukan pemetaan ulang di area otak yang mengalami kerusakan. Di tingkat seluler, terjadi dua proses regenerasi dalam korteks peri-infark, akson akan mengalami perubahan fenotipe dari neurotransmiter ke dalam status regeneratif,[67] dan menjulurkan tangkainya untuk membuat koneksi baru di bawah pengaruh trombospondin,[68] laminin, dan NGF hasil sekresi sel Schwann,[69] dan terjadi migrasi sel progenitor neuron ke dalam korteks peri-infark.[70] Hampir sepanjang 1 bulan sejak terjadi serangan strok, daerah peri-infark akan mengalami penurunan molekul penghambat pertumbuhan. Pada rentang waktu ini, neuron akan mengaktivasi gen yang menstimulasi pertumbuhan, dalam ritme yang bergelombang. Neurogenesis saling terkait dengan angiogenesis juga terjadi bergelombang yang diawali dengan migrasi neuroblas dengan ekspresi GFAP,[71] yang berada dalam zona subventrikular ke dalam korteks peri-infark. Migrasi ini dimediasi oleh beberapa senyawa antara lain eritropoietin,[72] stromal-derived factor 1 (SDF-1) dan angiopoietin-1, hingga menghasilkan neuroblas dengan jarak tempuh migrasi yang lebih panjang dan rentang waktu sitokinesis yang lebih pendek.[73]

Terhambatnya fungsi pencerap GABA ekstrasinaptik di area peri-infark yang terjadi akibat oleh disfungsi transporter GABA GAT-3/GAT-4, dalam hewan tikus, dapat dipulihkan dengan pemberian benzodiazepina.[74]

Pencegahan

sunting

Dalam manusia tanpa faktor risiko strok dengan umur di bawah 65 tahun, risiko terjadinya serangan strok dalam 1 tahun berkisar pada angka 1%.[75] Setelah terjadinya serangan strok ringan atau TIA, penggunaan senyawa anti-koagulan seperti warfarin, salah satu obat yang digunakan untuk penderita fibrilasi atrial,[76] akan menurunkan risiko serangan strok dari 12% menjadi 4% dalam satu tahun. Sedangkan penggunaan senyawa anti-keping darah seperti aspirin, umumnya pada dosis harian sekitar 30 mg atau lebih, hanya akan memberikan perlindungan dengan penurunan risiko menjadi 10,4%.[77] Kombinasi aspirin dengan dipyridamole memberikan perlindungan lebih jauh dengan penurunan risiko tahunan menjadi 9,3%.

Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya strok adalah dengan mengidentifikasi orang-orang yang berisiko tinggi dan mengendalikan faktor risiko strok sebanyak mungkin, seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan stenosis di pembuluh karotid,[78] mengatur pola makan yang sehat dan menghindari makanan yang mengandung kolesterol jahat (LDL), serta olaraga secara teratur. Stenosis merupakan efek vasodilasi endotelium yang umumnya disebabkan oleh turunnya sekresi NO oleh sel endotelial, dapat diredam asam askorbat yang meningkatkan sekresi NO oleh sel endotelial melalui lintasan NO sintase atau siklase guanilat, mereduksi nitrita menjadi NO dan menghambat oksidasi LDL[79] di lintasan aterosklerosis.

Beberapa institusi kesehatan seperti American Heart Association atau American Stroke Association Council, Council on Cardiovascular Radiology and Intervention memberikan panduan pencegahan yang dimulai dengan penanganan saksama berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan oleh aterosklerosis, penggunaan senyawa anti-trombotik untuk kardioembolisme dan senyawa anti-keping darah bagi kasus non-kardioembolisme,[80] diikuti dengan pengendalian faktor risiko seperti arterial dissection, patent foramen ovale, hiperhomosisteinemia, hypercoagulable states, sickle cell disease; cerebral venous sinus thrombosis; strok saat kehamilan, strok akibat penggunaan hormon pasca menopause, penggunaan senyawa anti-koagulan setelah terjadinya cerebral hemorrhage; hipertensi,[81] hipertensi, kebiasaan merokok, diabetes, fibrilasi atrial, dislipidemia, stenosis karotid, obesitas, sindrom metabolisme, konsumsi alkohol berlebihan, konsumsi obat-obatan berlebihan, konsumsi obat kontrasepsi, mendengkur, migrain, peningkatan lipoprotein dan fosfolipase.

Biasanya di Indonesia CT Scan dan MRI baru dilakukan, setelah terjadinya strok. Jarang angiography menggunakan kedua alat itu untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya strok dilakukan. Sekarang ini sudah mulai banyak laboratorium klinik, klinik strok, pembuluh darah dan penyakit kardiovaskular yang memiliki Transcranial Doppler,[82] karena alatnya kecil/portabel dan relatif murah dengan biaya pemeriksaan menggunakan alat itu hanya sekitar Rp 500.000 atau seperempat sampai seperdelapan biaya penggunaan CT Scan atau MRI. Transcranial doppler tidak seakurat kedua alat yang mahal tersebut, tetapi salah satu keuntungannya, yaitu tidak mengandung radiasi, sehingga dapat dilakukan secara berulang, misalnya untuk pamantauan selama dan sesudah/pascastrok dan juga dapat dilakukan pada pasien yang kritis, tidak sadar, di ruang ICU.[83] Mengingat biayanya yang relatif murah, maka pemantauan kemungkinan terjadinya strok juga sudah banyak dilakukan menggunakan Transcranial doppler, terutama di Amerika Serikat.

Penelitian

sunting

Angioplasty dan stenting

sunting

Angioplasty dan stenting telah mulai dilirik sebagai kemungkinan pencegahan yang menjanjikan dalam penanganan strok iskemik akut. Intra-cranial stenting yang diterapkan pada gejala penyumbatan stenosis arteri intrakranial, boleh dikatakan sukses mengurangi penyumbatan <50% dengan tingkat keberhasilan 90–98%, dan tingkat komplikasi utama pada peri-procedural berkisar antara 4–10%. Tingkat penyumbatan kembali dan/atau strok yang mengikutinya juga boleh dikatakan minim. Data ini menganjurkan untuk melakukan randomized controlled trial untuk evaluasi lebih lengkap kemungkinan keuntungan perawatan dari usaha pencegahan ini.[84]

Thrombectomy mekanis

sunting
 
MERCI Retriever L5.

Menghilangkan gumpalan penyumbatan (clot) dapat dicoba, jika ini terjadi pada pembuluh darah besar dan merupakan suatu pilihan bagi mereka yang tidak mempan atau tidak ada perbaikan dengan intravenous thrombolytics.[85] Komplikasi-komplikasi yang mencolok timbul sekitar 7%.[86] Hingga Oktober 2013, percobaan-percobaan ini tidak menunjukkan hasil-hasil yang positif.[87]

Neuroprotection

sunting

Obat-obatan yang memakan reactive oxygen species, menolak apoptosis, atau menolak inhibit excitatory neurotransmitters telah memperlihatkan secara eksperimentatif pengurangan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh iskemia. Zat-zat yang bekerja dengan cara ini disebut neuroprotective. Hingga akhir-akhit ini, percobaan pada manusia dengan zat neuroprotective telah gagal, dengan kemungkinan perkecualian barbiturate coma yang mendalam. Bagaimanapun, yang terkini NXY-059, derivatif dari disulfonyl yang merupakan the radical-scavengin phenylbutylnitrone, dilaporkan bersifat neuroprotective pada strok.[88] Zat ini tampaknya bekerja pada pelapis pembuluh darah atau endothelium. Sayangnya, setelah percobaan yang pertama berhasil, yang kedua tidak berhasil.[89] Sehingga manfaat NXY-059 masih dipertanyakan.[90]

Hyperbaric oxygen therapy telah dipelajari sebagai kemungkinan perlindungan, tetapi akhir-akhir ini dipikirkan bahwa terapi ini tidak memberikan manfaat yang cukup.[91]

Catatan

sunting
  1. ^ Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia telah disebutkan bahwa strok adalah ejaan yang benar dalam bahasa Indonesia.[1] Walaupun tidak ada entri stroke pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi kata ini masih sering digunakan.

Referensi

sunting
  1. ^ (Indonesia) Arti kata strok dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
  2. ^ "Stroke | National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI)". www.nhlbi.nih.gov. Diakses tanggal 2020-03-30. 
  3. ^ Sims NR, Muyderman H (September 2009). "Mitochondria, oxidative metabolism and cell death in stroke". Biochimica et Biophysica Acta. 1802 (1): 80–91. doi:10.1016/j.bbadis.2009.09.003. PMID 19751827. 
  4. ^ a b Niken Prathivi (July 1, 2014). "Detecting and dealing with strokes". 
  5. ^ Donnan GA, Fisher M, Macleod M, Davis SM (May 2008). "Stroke". Lancet. 371 (9624): 1612–23. doi:10.1016/S0140-6736(08)60694-7. PMID 18468545. 
  6. ^ (Inggris) "Ischemic stroke in Korean young adults". Department of Neurology, University of Ulsan, Asan Medical Center; Kwon SU, Kim JS, Lee JH, Lee MC. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  7. ^ "Alami Stroke Harus Segera Dibawa Ke Dokter". Tribunnews.com. 26 Agustus 2014. 
  8. ^ a b (Inggris) "A New Embolus Injection Method to Evaluate Intracerebral Hemorrhage in New Zealand White Rabbits". Cedars-Sinai Medical Center, Department of Neurology; Paul A. Lapchak, Ph.D., FAHA. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  9. ^ (Inggris) "Variants of the Matrix Metalloproteinase-2 but not the Matrix Metalloproteinase-9 genes significantly influence functional outcome after stroke". Instituto Gulbenkian de Ciência, Departamento Promoção da Saúde e Doenças Crónicas, Instituto Nacional de Saúde Dr Ricardo Jorge, Center for Biodiversity, Functional & Integrative Genomics (BIOFIG), Clinical Neurology Research Unit, Instituto de Medicina Molecular, Faculdade de Medicina da Universidade de Lisboa, Serviço de Neurologia, Hospital de Santa Maria; Helena Manso, Tiago Krug, João Sobral, Isabel Albergaria, Gisela Gaspar, José M Ferro, Sofia A Oliveira, dan Astrid M Vicente. Diakses tanggal 2011-09-08. History of hypertension, although not associated in the univariate analysis, became significant in the multivariate model before inclusion of genetic variants, and was therefore included in the final regression model. 
  10. ^ (Inggris) "Influence of stroke subtype on quality of care in the Get With The Guidelines–Stroke Program". Calgary Stroke Program (E.E.S.), Hotchkiss Brain Institute, University of Calgary, Canada; Duke Clinical Research Institute (L.L., A.H.), Department of Epidemiology (M.J.R.), Michigan State University, Division of Cardiology (C.P.C.), Brigham & Women's Hospital, Division of Cardiology (G.C.F.), University of California, Stroke Service (L.H.S.), Massachusetts General Hospital; E E. Smith, MD, MPH, L Liang, PhD, A Hernandez, MD, M J. Reeves, PhD, C P. Cannon, MD, G C. Fonarow, MD, dan L H. Schwamm, MD. Diakses tanggal 2011-07-25. 
  11. ^ a b (Inggris) "Classification of stroke subtypes". Department of Neurology and Stroke Center, INSERM U-698 and Paris-Diderot University, Bichat University Hospital; Amarenco P, Bogousslavsky J, Caplan LR, Donnan GA, Hennerici MG. Diakses tanggal 2011-08-01. 
  12. ^ (Inggris) "Advances in the Diagnosis of Etiologic Subtypes of Ischemic Stroke". Stroke Service and A. A. Martinos Center for Biomedical Imaging, Departments of Neurology and Radiology, Massachusetts General Hospital, Harvard Medical School; Hakan Ay. Diakses tanggal 2011-07-25. 
  13. ^ (Inggris) "Classification of subtype of acute ischemic stroke. Definitions for use in a multicenter clinical trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment". Department of Neurology, University of Iowa; Adams HP Jr, Bendixen BH, Kappelle LJ, Biller J, Love BB, Gordon DL, Marsh EE 3rd. Diakses tanggal 2011-08-01. 
  14. ^ (Inggris) "Cerebrovascular risk factors and clinical classification of strokes". Department of Internal Medicine and Cardioangiology, University of Palermo; Pinto A, Tuttolomondo A, Di Raimondo D, Fernandez P, Licata G. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  15. ^ (Inggris) "New approach to stroke subtyping: the A-S-C-O (phenotypic) classification of stroke". Department of Neurology and Stroke Center, INSERM U-698 and Paris-Diderot University, Bichat University Hospital; Amarenco P, Bogousslavsky J, Caplan LR, Donnan GA, Hennerici MG. Diakses tanggal 2011-08-01. 
  16. ^ (Inggris) "The Harvard Cooperative Stroke Registry: a prospective registry". Mohr JP, Caplan LR, Melski JW, Goldstein RJ, Duncan GW, Kistler JP, Pessin MS, Bleich HL. Diakses tanggal 2011-08-01. 
  17. ^ (Inggris) "Infarks of undetermined cause: the NINCDS Stroke Data Bank". Neurological Institute, Columbia-Presbyterian Medical Center; Sacco RL, Ellenberg JH, Mohr JP, Tatemichi TK, Hier DB, Price TR, Wolf PA. Diakses tanggal 2011-08-01. 
  18. ^ (Inggris) "Silent cerebral microbleeds on susceptibility-weighted imaging of patients with ischemic stroke and leukoaraiosis". Department of Neurology, Capital Medical University, Beijing Anzhen Hospital; Gao T, Wang Y, Zhang Z. Diakses tanggal 2011-08-01. 
  19. ^ (Inggris) "Cerebral microbleeds: old leaks and new haemorrhages". Department of Neuroradiology, University Medical Centre Hamburg-Eppendorf; Fiehler J. Diakses tanggal 2011-08-01. 
  20. ^ (Inggris) "Pathophysiology of stroke: lessons from animal models". Department of Experimental Neurology Charité, Humboldt University; Mergenthaler P, Dirnagl U, Meisel A. Diakses tanggal 2011-07-28. 
  21. ^ a b (Inggris) "Pathophysiology, treatment, and animal and cellular models of human ischemic stroke". School of Biomedical Sciences, University of Queensland, Department of Neurology and Stroke Center, National Taiwan University Hospital and National Taiwan University College of Medicine, Department of Pharmacology, Monash University; Trent M Woodruff, John Thundyil, Sung-Chun Tang, Christopher G Sobey, Stephen M Taylor, dan Thiruma V Arumugam. Diakses tanggal 2011-07-30. 
  22. ^ (Inggris) "Pathobiology of ischaemic stroke: an integrated view". Dept of Neurology, Charité Hospital; Dirnagl U, Iadecola C, Moskowitz MA. Diakses tanggal 2011-07-28. 
  23. ^ (Inggris) "Molecular pathology of cerebral ischemia: delayed gene expression and strategies for neuroprotection". Department of Neurology, University of Minnesota Medical School; Iadecola C, Ross ME. Diakses tanggal 2011-07-28. 
  24. ^ (Inggris) "Markers of endothelial dysfunction in lacunar infarction and ischaemic leukoaraiosis". Department of Clinical Neurosciences, St George’s Hospital Medical School, Department of Haematology, Guy’s and St Thomas’s Trust, St Thomas’s Hospital, Institute of Neurology, National Hospital for Neurology and Neurosurgery, Department of Neurology, St James’s Hospital, Department of Neurology, Stoke Mandeville Hospital, Thames Valley Nuffield Hospital; Ahamad Hassan, Beverley J. Hunt, Michael O’Sullivan, Kiran Parmar, John M. Bamford, Dennis Briley, Martin M. Brown, Dafydd J. Thomas dan Hugh S. Markus. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  25. ^ (Inggris) "The leukoaraiosis is more prevalent in the large artery atherosclerosis stroke subtype among Korean patients with ischemic stroke". Department of Neurology, Department of Radiology, The Catholic University of Korea, Department of Neurology, National Cancer Center; Seung-Jae Lee, Joong-Seok Kim, Kwang-Soo Lee, Jae-Young An, Woojun Kim, Yeong-In Kim, Bum-Soo Kim, dan So-Lyung Jung. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  26. ^ a b (Inggris) "Stroke and T-cells". Laboratory of Neurosciences, National Institute on Aging Intramural Research Program; Arumugam TV, Granger DN, Mattson MP. Diakses tanggal 2011-07-28. 
  27. ^ (Inggris) "Tumor necrosis factor-alpha is involved in thrombolytic-induced hemorrhage following embolic strokes in rabbits". Department of Neuroscience, University of California San Diego; Lapchak PA. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  28. ^ (Inggris) "Erythropoietin in combination of tissue plasminogen activator exacerbates brain hemorrhage when treatment is initiated 6h after stroke". Department of Neurology, Department of Biostatistics and Research Epidemiology, Henry Ford Hospital, Department of Physics, Oakland University; Longfei Jia, Michael Chopp, Li Zhang, Mei Lu, dan Zheng Gang Zhang. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  29. ^ (Inggris) "Effects of matrix metalloproteinase-9 gene knock-out on the proteolysis of blood-brain barrier and white matter components after cerebral ischemia". Neuroprotection Research Laboratory, Departments of Neurology and Radiology, Massachusetts General Hospital, and Program in Neuroscience, Harvard Medical School; Asahi M, Wang X, Mori T, Sumii T, Jung JC, Moskowitz MA, Fini ME, Lo EH. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  30. ^ (Inggris) "Tumor necrosis factor-alpha-induced gelatinase B causes delayed opening of the blood-brain barrier: an expanded therapeutic window". Department of Neurology and Physiology, University of New Mexico School of Medicine; Rosenberg GA, Estrada EY, Dencoff JE, Stetler-Stevenson WG. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  31. ^ a b (Inggris) "Gelatinase B modulates selective opening of the blood-brain barrier during inflammation". Department of Neurology, University of New Mexico School of Medicine; Mun-Bryce S, Rosenberg GA. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  32. ^ (Inggris) Floßmann, Enrico; Ursula G.R. Schulz, Peter M. Rothwell (2004). "Systematic Review of Methods and Results of Studies of the Genetic Epidemiology of Ischemic Stroke". Stroke. 35: 212–227. Diakses tanggal 13 November 2010. 
  33. ^ (Inggris) "Hypertension and Cerebrovascular Dysfunction". Costantino Iadecola, Division of Neurobiology, Department of Neurology and Neuroscience, Weill Cornell Medical College; Costantino Iadecola dan Robin L. Davisson. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  34. ^ (Inggris) "Prevention Strategies for Cardioembolic Stroke: Present and Future Perspectives". Department of Neurology, Institute of Experimental Neurology (INSPE), IRCCS San Raffaele, Department Neurology, Sohag University Hospital, Unità Gravi Cerebrolesioni Acquisite (UGCA) Ospedale San Giovanni Battista; Giacomo Giacalone, Mohammed Abballa Abbas, dan Francesco Corea. Diakses tanggal 2011-08-08. 
  35. ^ (Inggris) "Cardioembolic Stroke: Clinical Features, Specific Cardiac Disorders and Prognosis". Cerebrovascular Division, Department of Neurology, Hospital Universitari del Sagrat Cor, Universitat de Barcelona, CIBER de Enfermedades Respiratórias (CB06/06). Instituto Carlos III, Department of Cardiology, Hospital Universitari de Bellvitge, L’Hospitalet de Llobregat; Adrià Arboixab dan Josefina Alióc. Diakses tanggal 2011-09-02. 
  36. ^ (Inggris) "Atherosclerosis and Thrombus Formation". Stroke Center at University of Washington in Saint Louis, School of Medicine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-16. Diakses tanggal 2011-07-28. 
  37. ^ (Inggris) "Autopsy prevalence of intracranial atherosclerosis in patients with fatal stroke". Assistance Publique-Hôpitaux de Paris; Mazighi M, Labreuche J, Gongora-Rivera F, Duyckaerts C, Hauw JJ, Amarenco P. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  38. ^ (Inggris) "Heart and vessel pathology underlying brain infarction in 142 stroke patients". Department of Pathology, National Cardiovascular Center; Ogata J, Yutani C, Otsubo R, Yamanishi H, Naritomi H, Yamaguchi T, Minematsu K. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  39. ^ (Inggris) "Diabetes mellitus and cerebrovascular disease". Department of Neurological Sciences, Rush-Presbyterian-St. Luke's Medical Center; Lukovits TG, Mazzone TM, Gorelick TM. Diakses tanggal 2011-08-07. 
  40. ^ (Inggris) "White Matter Damage and the Effect of Matrix Metalloproteinases in Type 2 Diabetic Mice After Stroke". Department of Neurology (J.C., X.C., A.Z., Y.C., C.R., M.C.), Henry Ford Hospital, Department of Physics (M.C.), Oakland University; Jieli Chen, MD, Xu Cui, PhD, Alex Zacharek, MS, Yisheng Cui, MD, Cynthia Roberts, BS, and Michael Chopp, PhD. Diakses tanggal 2011-08-08. 
  41. ^ (Inggris) "Transient ischemic attack, a medical emergency". Department of Neurology, Tokyo Women's Medical University School of Medicine; Uchiyama S. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  42. ^ (Inggris) "Short term and long term risk of incident ischemic stroke after transient ischemic attack". Department of Epidemiology, Cardiovascular Health Research Unit, Department of Medicine, Department of Biostatistics, Department of Neurology, University of Washington, Group Health Research Institute, Seattle Epidemiologic Research and Information Center, Department of Veterans Affairs Office of Research and Development; Evan L Thacker, SM, Kerri L Wiggins, MS, RD, Kenneth M Rice, PhD, WT Longstreth, Jr, MD, MPH, Joshua C Bis, PhD, Sascha Dublin, MD, PhD, Nicholas L Smith, PhD, Susan R Heckbert, MD, PhD, dan Bruce M Psaty, MD, PhD. Diakses tanggal 2011-07-27. Transient ischemic attack (TIA) is a risk factor for ischemic stroke, and clinically diagnosed TIA is an opportunity for stroke prevention. 
  43. ^ (Inggris) "Transient ischemic attacks: a new definition". Moonen G, Delcourt C, Lievens I, Hans G. Diakses tanggal 2011-07-27. 
  44. ^ (Inggris) "Transient ischemic attack: definition and natural history". Cerebrovascular Disease Service, Palmer 127, West Campus, Beth Israel Deaconess Medical Center; Caplan LR. Diakses tanggal 2011-07-27. 
  45. ^ (Inggris) Wu, Caren M; Kevin McLaughlin, Dianne L Lorenzetti, Michael D Hill, Braden J Manns, William A Ghali (Desember 2007). "Early Risk of Stroke After Transient Ischemic Attack". Arch Intern Med. 167 (22): 2417–2422. Diakses tanggal 12 November 2010. 
  46. ^ (Inggris) "Definition and evaluation of transient ischemic attack: a scientific statement for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council; Council on Cardiovascular Surgery and Anesthesia; Council on Cardiovascular Radiology and Intervention; Council on Cardiovascular Nursing; and the Interdisciplinary Council on Peripheral Vascular Disease. The American Academy of Neurology affirms the value of this statement as an educational tool for neurologists". American Heart Association; American Stroke Association Stroke Council; Council on Cardiovascular Surgery and Anesthesia; Council on Cardiovascular Radiology and Intervention; Council on Cardiovascular Nursing; Interdisciplinary Council on Peripheral Vascular Disease.; Easton JD, Saver JL, Albers GW, Alberts MJ, Chaturvedi S, Feldmann E, Hatsukami TS, Higashida RT, Johnston SC, Kidwell CS, Lutsep HL, Miller E, Sacco RL. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  47. ^ (Inggris) "Clinical Evaluation and Management of Transient Ischemic Attacks". Division of Neurology, Department of Neurosciences, University of California; John F. Rothrock, MD, Director, UCSD Stroke Program. Diakses tanggal 2011-07-27. 
  48. ^ (Inggris) "Cardiac papillary fibroelastoma: a comprehensive analysis of 725 cases". Division of Cardiology, Long Island College Hospital; Gowda RM, Khan IA, Nair CK, Mehta NJ, Vasavada BC, Sacchi TJ. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  49. ^ (Inggris) "Papillary Fibroelastoma of the Aortic Valve as a Cause of Transient Ischemic Attack". Department of Cardiovascular Surgery, Texas Heart Institute at St. Luke's Episcopal Hospital; Mehmet H. Akay, MD, Moritz Seiffert, BS, dan David A. Ott, MD. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  50. ^ (Inggris) "Patent foramen ovale as a risk factor for cryptogenic stroke". Columbia-Presbyterian Medical Center; Di Tullio M, Sacco RL, Gopal A, Mohr JP, Homma S. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  51. ^ (Inggris) "Cryptogenic stroke and patent foramen ovale". Inselspital Bern, Universitätsspital; Windecker S, Nedeltchev K, Wahl A, Meier B. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  52. ^ (Inggris) "Cryptogenic cerebral infarction: from classification to concept". SourceCHU de la Cavale Blanche, Service de neurologie; Timsit S, Breuilly C. Diakses tanggal 2011-08-01. 
  53. ^ (Inggris) "Underlying pathology of stroke of unknown cause (cryptogenic stroke)". INSERM U-698 and Paris-Diderot University; Amarenco P. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  54. ^ (Inggris) "Transhepatic Approach to Closure of Patent Foramen Ovale". Cardiology Department, Arizona Heart Hospital & Institute, Internal Medicine Department, Banner Good Samaritan Medical Center; Jamal Hussain, MD, FACC, Robert Strumpf, MD, Aslan GhandForoush, DO, Ayman Jamal, MD, dan Edward Diethrich, MD. Diakses tanggal 2011-08-02. 
  55. ^ Oktaviano, Lucky (27 Juli 2015). "Tanda Stroke, Sulit Berdiri dengan Satu Kaki". Tribunnews.com. 
  56. ^ (Inggris) "Molecular biomarkers in stroke diagnosis and prognosis". Department of Neurology, Massachusetts General Hospital, Harvard Medical School; Matthew B Maas dan Karen L Furie. Diakses tanggal 2011-09-02. 
  57. ^ (Inggris) "The nonpeptide glycoprotein IIb/IIIa platelet receptor antagonist SM-20302 reduces tissue plasminogen activator-induced intracerebral hemorrhage after thromboembolic stroke". Department of Neuroscience, University of California at San Diego; Lapchak PA, Araujo DM, Song D, Zivin JA. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  58. ^ (Inggris) "Microplasmin: a novel thrombolytic that improves behavioral outcome after embolic strokes in rabbits". Department of Neuroscience, University of California at San Diego; Lapchak PA, Araujo DM, Pakola S, Song D, Wei J, Zivin JA. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  59. ^ (Indonesia) Misbach, H Jusuf; Harmani Kalim. "Penanganan Stroke". Medicastore. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-01-01. Diakses tanggal 2010. 
  60. ^ (Inggris) "Tissue plasminogen activator for acute ischemic stroke". The National Institute of Neurological Disorders and Stroke rt-PA Stroke Study Group. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  61. ^ (Inggris) "Reducing bleeding complications after thrombolytic therapy for stroke: clinical potential of metalloproteinase inhibitors and spin trap agents". Department of Neuroscience, University of California San Diego; Lapchak PA, Araujo DM. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  62. ^ (Inggris) "Rapid breakdown of microvascular barriers and subsequent hemorrhagic transformation after delayed recombinant tissue plasminogen activator treatment in a rat embolic stroke model". Neuroprotection Research Laboratory, Department of Radiology, Massachusetts General Hospital, Harvard Medical School,; Dijkhuizen RM, Asahi M, Wu O, Rosen BR, Lo EH. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  63. ^ (Inggris) "Matrix metalloproteinase inhibitors". Georgetown University Hospital, Vincent T. Lombardi Cancer Center, Division of Medical Oncology; Wojtowicz-Praga SM, Dickson RB, Hawkins MJ. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  64. ^ (Inggris) "Effects of the spin trap agent disodium- [tert-butylimino)methyl]benzene-1,3-disulfonate N-oxide (generic NXY-059) on intracerebral hemorrhage in a rabbit Large clot embolic stroke model: combination studies with tissue plasminogen activator". Department of Neuroscience, University of California at San Diego; Lapchak PA, Araujo DM, Song D, Wei J, Purdy R, Zivin JA. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  65. ^ (Inggris) "Thrombolysis with tissue plasminogen activator alters adhesion molecule expression in the ischemic rat brain". Department of Neurology, Henry Ford Health Sciences Center; Zhang RL, Zhang ZG, Chopp M, Zivin JA. Diakses tanggal 2011-09-08. 
  66. ^ (Inggris) "Custom-tailored hemodilution with albumin and crystalloids in acute ischemic stroke". Department of Rheology, St. Lucas Hospital; Goslinga H, Eijzenbach V, Heuvelmans JH, van der Laan de Vries E, Melis VM, Schmid-Schönbein H, Bezemer PD. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  67. ^ (Inggris) "Neural plasticity after peripheral nerve injury and regeneration". Group of Neuroplasticity and Regeneration, Institute of Neurosciences and Department of Cell Biology, Physiology and Immunology, Universitat Autònoma de Barcelona; Navarro X, Vivó M, Valero-Cabré A. Diakses tanggal 2011-09-04. 
  68. ^ (Inggris) "Thrombospondins 1 and 2 are necessary for synaptic plasticity and functional recovery after stroke". Department of Neurosurgery, Stanford University School of Medicine; Liauw J, Hoang S, Choi M, Eroglu C, Choi M, Sun GH, Percy M, Wildman-Tobriner B, Bliss T, Guzman RG, Barres BA, Steinberg GK. Diakses tanggal 2011-09-04. 
  69. ^ (Inggris) "Peripheral nerve regeneration". Department of Anatomy and Neurobiology, Eastern Virginia Medical School; Liuzzi FJ, Tedeschi B. Diakses tanggal 2011-09-04. 
  70. ^ (Inggris) "Cellular and molecular mechanisms of neural repair after stroke: making waves". Department of Neurology, David Geffen School of Medicine at the University of California; Carmichael ST. Diakses tanggal 2011-09-04. 
  71. ^ (Inggris) "A neurovascular niche for neurogenesis after stroke". Department of Neurology, University of California; Ohab JJ, Fleming S, Blesch A, Carmichael ST. Diakses tanggal 2011-09-04. 
  72. ^ (Inggris) "Poststroke neurogenesis: emerging principles of migration and localization of immature neurons". David Geffen School of Medicine at UCLA; Ohab JJ, Carmichael ST. Diakses tanggal 2011-09-04. 
  73. ^ (Inggris) "Neuroblast division during migration toward the ischemic striatum: a study of dynamic migratory and proliferative characteristics of neuroblasts from the subventricular zone". Neurology Department, Henry Ford Health Sciences Center; Zhang RL, LeTourneau Y, Gregg SR, Wang Y, Toh Y, Robin AM, Zhang ZG, Chopp M. Diakses tanggal 2011-09-04. 
  74. ^ (Inggris) "Reducing excessive GABA-mediated tonic inhibition promotes functional recovery after stroke". Department of Neurology, The David Geffen School of Medicine at UCLA; Clarkson AN, Huang BS, Macisaac SE, Mody I, Carmichael ST. Diakses tanggal 2011-09-04. 
  75. ^ (Inggris) "Atrial fibrillation and apoplexy--risks and prevention". Københavns praktiserende laegers laboratorium, AFASAK 2 Center; Koefoed BG, Gulløv AL, Petersen P. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  76. ^ (Inggris) "Stroke risk factors and stroke prevention". Department of Neurology, College of Physicians and Surgeons, Columbia University; Elkind MS, Sacco RL. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  77. ^ (Inggris) "Dipyridamole for preventing stroke and other vascular events in patients with vascular disease". Julius Center for General Practice and Patient Oriented Research / Univ. Department of Neurology, University Medical Center Utrecht; De Schryver EL, Algra A, van Gijn J. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  78. ^ (Inggris) "Primary stroke prevention". Department of Neurology, University of Cincinnati; Sauerbeck LR. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  79. ^ (Inggris) "How does ascorbic acid prevent endothelial dysfunction?". Department of Medicine, Vanderbilt University School of Medicine; May JM. Diakses tanggal 2011-08-24. 
  80. ^ (Inggris) "Guidelines for prevention of stroke in patients with ischemic stroke or transient ischemic attack: a statement for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association Council on Stroke: co-sponsored by the Council on Cardiovascular Radiology and Intervention: the American Academy of Neurology affirms the value of this guideline". American Heart Association; American Stroke Association Council on Stroke; Council on Cardiovascular Radiology and Intervention; American Academy of Neurology.; Sacco RL, Adams R, Albers G, Alberts MJ, Benavente O, Furie K, Goldstein LB, Gorelick P, Halperin J, Harbaugh R, Johnston SC, Katzan I, Kelly-Hayes M, Kenton EJ, Marks M, Schwamm LH, Tomsick T. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  81. ^ (Inggris) "Primary prevention of ischemic stroke: a guideline from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council: cosponsored by the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease Interdisciplinary Working Group; Cardiovascular Nursing Council; Clinical Cardiology Council; Nutrition, Physical Activity, and Metabolism Council; and the Quality of Care and Outcomes Research Interdisciplinary Working Group". American Heart Association; American Stroke Association Stroke Council; Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, Appel LJ, Brass LM, Bushnell CD, Culebras A, DeGraba TJ, Gorelick PB, Guyton JR, Hart RG, Howard G, Kelly-Hayes M, Nixon JV, Sacco RL. Diakses tanggal 2011-08-21. 
  82. ^ "TRANSCRANIAL DOPPLER (TCD)". Diakses tanggal 3 April 2015. 
  83. ^ Rizaldi Pinzon. "Penggunaan Trans Cranial Doppler untuk Deteksi Perubahan Hemodinamik Serebral pada Pasien Kritis". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-06. Diakses tanggal 3 April 2015. 
  84. ^ Derdeyn CP, Chimowitz MI; Chimowitz (August 2007). "Angioplasty and Stenting for Atherosclerotic Intracranial Stenosis: Rationale for a Randomized Clinical Trial". Neuroimaging Clin. N. Am. 17 (3): 355–63, viii–ix. doi:10.1016/j.nic.2007.05.001. PMC 2040119 . PMID 17826637. 
  85. ^ Tenser MS, Amar AP, Mack WJ; Amar; Mack (December 2011). "Mechanical thrombectomy for acute ischemic stroke using the MERCI retriever and penumbra aspiration systems". World neurosurgery. 76 (6 Suppl): S16–23. doi:10.1016/j.wneu.2011.07.003. PMID 22182267. 
  86. ^ Ortega-Lopez Y, Llanos-Mendez A (2010). "[Mechanical thrombectomy with MERCI device. Ischaemic stroke]". Andalusian Agency for Health Technology Assessment. 
  87. ^ Tansy AP, Liebeskind DS; Liebeskind (Oct 21, 2013). "The Goldilocks Dilemma in Acute Ischemic Stroke". Frontiers in neurology. 4: 164. doi:10.3389/fneur.2013.00164. PMC 3801149 . PMID 24155740. 
  88. ^ Lees KR, Zivin JA, Ashwood T, Davalos A, Davis SM, Diener HC, Grotta J, Lyden P, Shuaib A, Hårdemark HG, Wasiewski WW; Zivin; Ashwood; Davalos; Davis; Diener; Grotta; Lyden; Shuaib; Hårdemark; Wasiewski; Stroke-Acute Ischemic NXY Treatment (SAINT I) Trial Investigators (February 2006). "NXY-059 for acute ischemic stroke". The New England Journal of Medicine. 354 (6): 588–600. doi:10.1056/NEJMoa052980. PMID 16467546. 
  89. ^ (Inggris) National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) (1999). "Stroke: Hope Through Research". National Institutes of Health. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-10-04. Diakses tanggal 2015-07-27. 
  90. ^ Koziol JA, Feng AC; Feng (October 2006). "On the analysis and interpretation of outcome measures in stroke clinical trials: lessons from the SAINT I study of NXY-059 for acute ischemic stroke". Stroke; a journal of cerebral circulation. 37 (10): 2644–7. doi:10.1161/01.STR.0000241106.81293.2b. PMID 16946150. 
  91. ^ Bennett, MH; Weibel, S; Wasiak, J; Schnabel, A; French, C; Kranke, P (12 November 2014). "Hyperbaric oxygen therapy for acute ischaemic stroke". The Cochrane database of systematic reviews. 11: CD004954. PMID 25387992. 

Pranala luar

sunting